Makalah Fitnah
A. Pendahuluan
Al-Qur’an
adalah sumber utama ajaran Islam. Ia menempati posisi istimewa dalam
kehidupan umat Islam. Para ulama berusaha semaksimal mungkin
menyesuaikan diri dan mencontoh serta mempraktekan nilai-nilai ideal
yang diajarkan oleh al-Qur’an tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak berlebihan jika dikatakan, umat Islam tidak mungkin dipisahkan
dari sumber ajaran agamanya itu.
Pada
aspek mengkaji, al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang
mendapatkan perhatian luar biasa dari komunias ilmuan, baik yang muslim
maupun non muslim. Hal ini terbukti dengan lahirnya karya-karya tafsir
al-Qur’an yang jumlahnya ribuan. Karya tafsir al-Qur’an masih terus
mengalir hingga hari ini. Hal ini juga menjadi bukti bahwa tafsir
al-Qur’an bukan dominasi orang-orang shaleh zaman dulu, seperti yang
kita ketahui dalam sejarah penafsiran al-Qur’an.
Sejarah
penafsiran al-Qur’an adalah Islam itu sendiri. Artinya perjalanan
sejarah tafsir al-Qur’an sudah sama tuanya dengan sejarah perjalanan
Islam sebagai agama, sehingga antara keduanya jadi identik dan tak
terpisahkan. Aktifitas penafsiran sudah barang tentu dimulai semenjak
Nabi Muhammad Saw. Menyampaikan risalah Tuhan yang datang dalam bentuk
al-Qur’an. Sebagai pembawa risalah maka Nabi Muhammad harus faham dan
mengerti terlebih dahulu atas pesan wahyu yang harus disampaikan kepada
umatnya ketika sasaran wahyu (umat) menghadapi kesulitan tertentu dalam
memahami teks wahyu. Jadi, tugas penasiran merupakan bagian integral
dari tugas risalah.
Keragaman
tafsir sekurang-kurangnya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
pertama, factor kebahasaan. Di dalam al-Qur’an akan ditemukan kata-kata
yang memiliki makna (lafadz) ganda, makna umum, makna khusus, makna
sulit (musykil) dan sebagainya. Kedua, factor ideology poitik, ketiga,
factor madzhab pemikiran dan yang keempat adalah subyektifisme mufasir,
yakni adanya pra-anggapan, pra-asumsi, jenis kelamin, latar pendidikan
dan lingkungan mufasir yang turut mewarnai langgam tafsir yang disusun.
Terhadap
keempat faktor di atas, tak ada seorngpun yang mengingkarinya. Oleh
karena itu, paparan di atas makin menegaskan bahwa tafsir merupakan
dialog terus-menerus antara teks suci, penafsiran dan lingkugan
sosial-politik-budaya yang ada di sekitarnya. Tafsir ini tercipta pada
ruang dan waktu yang berbeda-beda yang mengakibatkan munculnya pemaknaan
atas satu teks berbeda dengan yang lainnya. Makalah ini menyajikan
sebuah penafsiran yang mengulas tentang lafadz “fitnah” dalam al-Qur’an.
Fitnah mempunyai bermacam-macam makna yang berbeda, sehingga pembahasan
ini dirasa perlu untuk mengetahui derivasi makna fitnah yang digunakan
dalam al-Qur’an. Dalam pembahasan ini lebih banyak mengambil penafsiran
al-Razi, karena dirasa telah memberikan penafsiran yang mumpuni dan
dapat dijadikan sebagai pijakan dalam memahami suatu lafadz dalam
al-Qur’an. Meskipun dalam makalah ini hanya mengulas satu tafsir lafadz
fitnah, namun setidaknya lewat kajian ini akan merangsang pembaca untuk
mencermati dan mengkaji tafsir-tafsir lafadz lain yang beragam
jenisnya.
B. Pengertian Fitnah
Ulasan
kata fitnah akan kita jumpai maknanya yang amat luas dan beragam. Kata
fitnah adalah bentuk masydar dari kata fatana – yaftinu – fatnan atau
fitnatan yang secara semantik sebagaimana dijelaskan dalam Ensiklopedi
al-Qur’an berarti memikat, menggoda, membujuk, menyesatkan, membakar,
menghalang-halangi. Kemudian kata ini berkembang maknanya menjadi
cobaan, bala’, siksaan, sesat dan juga dimaknai gila. Bentuk jamak dari
kata fitnah adalah al-Fitan. Dalam kamus Arab al-ta’rifat dijumpai,
bahwa kata fatana selalu dicontohkan dengan kalimat “Seorang pandai emas
membakar logam emas untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya”. Dari
sini kemudian maknanya secara umum berkembang lebih luas lagi sehingga
diartikan menguji (menguji untuk mengetahui kialitas sesuatu). Maka dari
itu, untuk kata fitnah bisa berarti pembakaran, kekacauan, kegilaan,
ujian, cobaan, godaan, pesona atau sesuatu yang memikat. Selanjutnya
tukang emas dikatakan dengan al-Fattan (الفتان ) sebab ia melebur emas
dengan api, dan darinya dibuatlah berbagai macam perhiasan dalam
berbagai bentuk. Dengan api pula ia dapat mengetahui mana emas yang
benar-benar asli dan yang palsu/campuran.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, kata fitnah adalah perkataan
bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud
menjelekkan orang lain, seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan
orang, dan lain-lain. Dengan demikian, kata fitnah sering diartikan
dengan makna yang negative dan nampak secara definitif makna kata fitnah
amat terbatas hanya menyangkut perkataan saja, sementra perlakuan yang
tidak manusiawi, berbuat dzalim terhadap orang lain, teror, eksploitasi,
penganiayaan dan sebagainua, semua tidak dikategorikan ke dalam arti
kata fitnah dalam bahasa Indonesia. Dari sinilah perbedaan arti bahasa
Indonesia dengan al-Qur’an.
Kata
fitnah dan derivasinya disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 60 kali dalam
33 surat. Quraish Shihab menggunakan kata fitnah dengan arti
‘kedzaliman’. Dalamal-Qur’an suratal-Buruj [85]: 10, ditegaskan bahwa
orang-orang yang enggan brtaubat dari tindakan mendzlimi atau menganiaya
kaum muslimin akan merasakan siksaan neraka jahanam. Bahkan,
orang-orang mukmin diperintahkan untuk memerangi kedzaliman itu, yaitu
menghilangkan peganiayaan dan kedzaiman antar sesama. Kemudian dalam
Qs.al-Baqarah[2]: 191, disana penggunaan kata fitnah dengan pengertian
“membakar secara mutlak”, yaitu membakar orang-orang yang melakukan
perbatan dosa di api neraka (Qs. Az-Zariyyat[51]: 13). Ada juga fitnah
yang berarti “siksaan” atau “hukumam” misalnya digunakan dalam Qs.
Al-Anfal[8]: 25, yang menjelaskan bahwa orang mukmin bertangung jawab
atas terpeliharanya akhlak sosial sehingga tidak turun siksaan Tuhan.
Kalau siksan itu tiba, maka tidak hanya menimpa pada orang-orang dzalim
saja, tetapi merata menimpa semuanya baik yang berbuat dzalim atau
tidak.
Kata fitnah yang berarti “cobaan atau ujian” terhadap keimanan seseorag pada umumnya bermacam bentuknya, diantaranya:
1.
anak dan harta, dalam Qs. at-Taghabun[64]:15 dijelaskan bahwa anak dan
harta yang dimiliki seseorang dapat menjauhan pemiliknya dari sifat
taqwa;
2. kebaikan dan keburukan,
kebaikan yang berupa kesehatan, kekayaan dan kepandaian ataupun
penderitaan karena kemiskinan, penyakit dan tekanan, semuanya merupakan
cobaan keimanan seseorang (Qs. al-Ambiya’[21]: 35 dan Qs. an-Nahl[16]:
110;
3. ilmu sihir, (Qs.
al-Baqarah [2]: 102) dan yang sejenis dengan itu, karena ilmu sihir
dapat menyengsarakan orang lain dan menjatuhkan dirinya kepada
kekafiran;
4. kedzaliman dan kekacauan yang mengancam kaum muslimin (Qs. al-Baqarah [2]: 217)
5. kenikmatan hidup bhagia juga dinamakan fitnah, sebagaimana dalam Qs. az-Zumar [39]: 49;
6.
godaan dan pengaruh-pengaruh luar yang dapat mengarahkan orang untuk
mengikuti hawa nafsu dan bertindak melanggar ketentuan Allah (Qs.
al-Maidah [5] :48-49)
Kata fitnah
sebelum mengalami perkembangan makna dan penafsiran yang lebih luas
seperti yang telah dipaparkan di atas, dasar makna kata itu secara
semantik adalah cobaan dan ujian.
C. Macam-macam Makna Fitnah
Pengertian
fitnah yang sangat beragam sebagaimana tersebut di atas, tidak menutup
kemungkinan akan memunculkan interpretasi lain, seperti dalam tafsir
al-Razi dantafsir-tafsir lain. Maka dari itu di bawah ini kita akan
melihatbagaimana penafsiran mufasir mengenai fitnah.
1. Fitnah Bermakna Ujian dan Cobaan
Dalam
tafsir al-Razi frase fitnah banyak mengacu pada makna cobaan atau
ujian, diantaranya ada yang menunjukkan berupa nikmat maupun kesulitan.
Bentuk fitnah dari segi materi bisa meliputi suami, istri, anak, harta,
wanita. Sedangkan dari segi non materi mecakup tipudaya, setan,
malaikat, kenyamanan, kematian, jabatan, kenabian, rahmat, rizki,
sosial, hukum dan lain sebagainya. Ayat yang menjelaskan hal ini adalah
Qs. al-A’raf[7]: 27:
• •
“Hai
anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia Telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya
kami Telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi
orang-orang yang tidak beriman.”
Menurut al-Razi fitnah di sini
ujian atau cobaan (الابتلاء و الامتحان), penggalan firman-Nya:
• maksudnya menjadi sebab kamu tidak masuk
surga sebagaimana setan memperdaya nenek moyang kamu sehingga mereka
tergelincir keluar dari surga.
Ada
pula kata fitnah dalam al-Qur’an yang kandungannya memuat kisah para
Nabi dan umatnya seperti peristiwa Nabi Sholeh as yang berdakwah kepada
kaum Tsamud, dan Allah memberi mukjizat kepada beliau.
• •
“Mereka
menjawab: "Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan
orang-orang yang besertamu". Shaleh berkata: "Nasibmu ada pada sisi
Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji".
(Qs. an-Naml [27]: 47)
Ayat di atas menjelaskandua umat Nabi Sholeh as yang berseteru dalam menjawab ajakan Nabi menyembah Allah Yang Maha Esa.
2. Fitnah Bermakna Kufur dan Syirik
Al-Razi juga menafsirkan kata fitnah dengan makna syirik dan kufur. Sebagaimana penasirannya dalam Qs. al-Baqarah [2]: 217
•
“Mereka
bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah, dan berbuat fitnah itu, lebih besar (dosanya)
dari pada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran),
seandainya mereka sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya”
Frase fitnah yang dimaksud dalam
ayat ini, al-Razi mempunyai dua penafsiran. Pertama, kufur (كفر) “kufur
itu lebih kejam daripada pembunuhan”. Kedua, penyiksaan (تعذيب) yang
dilakukan oleh keum musyrikin di Mekkah seperti perlakuan kejam mereka
terhadap beberapa seorang sahabat. Dalam hal ini ia cenderung memaknai
fitnah dengan cobaan (امتحان), kemudian berkembng menjadi semua makna
yang merupakan sarana pengujian.
Ayat lain yang mempunyai redaksi mirip dengan ayat di atas adalah Qs. al-Baqarah [2]: 191
“Dan Bunuhlah mereka di mana
saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka Telah
mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram,
kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi
kamu (di tempat itu), Maka Bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi
orang-orang kafir.”
Fitnah lebih kejam (keras) dari
pada pembunuhan seperti yang dijelaskan sebelumnya, fitnah adalah
sebentuk ujian yang bisa datang dari Allah dan juga dari manusia.
Al-Razi mempunyai tiga pemahaman mengenai pengertian ungkapan tersebut.
Menurut Ibn Abbas, yang dimaksud fitnah di atas adalah kekafiran kepada
Allah, fitnah dinamakan kekafiran karena kekafiran dapat merusak bumi
sehigga menimbulkan kedzaliman dan kekacauan. Kekafiran lebih besar
dibanding pembunuhan, karena sikap kufur merupakan dosa yang memberi
pelakunya hak mendapat adzab yang kekal, sementara pmbunuhan tidak.
Kekafiran juga menarik orangnya keluar dari kesatuan umat, sedangkan
pembunuhan tidak. Namun dari rangkaian ayat 191 diketahui bahwa teror,
perampasan harta dan tekanan sampai batas yang tidak bisa ditanggung dan
memaksa orang untuk keluar dari kampung halamannya dan terlunta-lunta,
itulah maksud dari ungkapan di atas. Sebab hal-hal itulah yang mendorong
terjadinya perang, yang salah satu akibatnya adalah pembunuhan.
3. Fitnah Bemakna Adzab dan Membakar
Kata fitnah yang bermakna adzab dan membakar seperti dalam penafsiran Qs. al-Dzariyat [51]: 13 sebagai berikut:
•
“ (hari pembalasan itu) ialah
pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan kepada
mereka): "Rasakanlah azabmu itu. inilah azab yang dulu kamu minta untuk
disegerakan."”
Al-Razi menjelaskan kata يفتنون
pada ayat di atas diartikan dibakar (يحرقون) dan dimasukkan di atas api
(يعرضون على النار) sedangkan kata فتنتكمpada ayat selanjutnya yang
berbentuk masydar, ia mengartikan dengan cobaan (الامتحان). Demikian
informasi Allah tentang hari pembalasan yang terjadi pada para pembohong
yang lalai lagi terkutuk, tenggelam dalam kenikmatan duniawi atau
berfoya-foya dan tidak berpikir tentang hakikat hidup.
Makna
fitnah yang berarti menyiksa dapat dijumpai dalam sikap Nabi Ibrahim as
terhadap keluarganya yang berbeda keyakinan dengan beliau, terdapat
suri tauladan dalam beliau berdoa kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam
Qs. al-Mumtahanah [60]: 5
•
"Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi
orang-orang kafir. dan ampunilah kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Al-Razi menjelaskan makna fitnah
dalam doa Nabi Ibrahim di atas dengan pendapat Ibn Abbas: janganlah
engkau memberi kekuasan pada musuh-musuh kami sehingga mereka menyangka
dengan keberhasilan dan penyiksaan (عذابا) atas kami bahwa mereka berada
dalam kebenaran.
Fitnah bermakna
siksaan juga dapat dijumpai pada hubungan antara (Qs. al-Buruj [85]:
10) dengan ayat sebelumnya yang membicarakan dengan kisah para pembuat
parit (ashab al-ukhdud) menyiksa orang-orang beriman dengan api yang
memiliki bahan bakar dan mereka tidak bertaubat serta menyesali atas
kekufuran dan dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Perbuatan mereka itu
akan mendapat siksaan di neraka jahanam karena kekufuran dan mambakar
orang-orang beriman.
4. Fitnah Bermakna Kesesatan dan Kerusakan
Kesesatan
menurut istilah adalah berpaling dari jalan yang benar dan lurus, atau
lawan dari hidayah. Adapun jenis fitnah berhubungan dengan akidah
(keyakinan dan kepercayaan), adalah kaum musyrikin yang mengatakan bahwa
mereka memiliki anak dan sekutu. Berikut ayat yang mengancam mereka,
Qs. al-Shaffat [37]: 162
“Maka Sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu, Sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah,”
Al-Razi menjelaskan: “Kamu dan
apa yang kamu sembah, sekali-kali tidak dapat menyesatkan terhadap Allah
kecuali para penghuni neraka yang telah ditentukan dalam
pengetahuan-Nya” atau boleh memahaminya dengan “Kamu bersama apa yang
kamu sembah sekali-kali tidak dapat mndorong pada jalan kesesatan
kecuali orang-orang yang akan masuk neraka jahannam.” Menurutnya ayat
tersebut mengisyaratkan bahwa perkataan orang-orang musyrik dan keadaan
apa yang mereka sembah tidak ada pengaruhya sedikitpun terhadap
kesesatan. Kata fitnah dalam bentuk jamak fatinin berarti membawa atau
mendorong orang ikut tersesat atau masuk neraka dan merusak manusia
supaya tersesat dari jalan Allah.
Fitnah
bermakna kesesatan ada yang tertuju kepada orang-orang Yahudi Madinah
yang telah dengan sengaja mengucapkan atau membacakan ayat-ayat Taurat
secara keliru kepada Nabi Muhammad Saw, dan kaum muslimin untuk
tujuan-tujuan tertentu. Egoisme telah mengalahkan kejujuran mereka,
namun bukan berarti mereka telah berani mengubah teks-yeks tertulis
mereka, jika mereka memang memilikinya. Al-Qur’an mengungkakan hal
tersebut dalam Qs. al-Maidah [5]: 41
•
“Hari
rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang
bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati
mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi.
(orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan
amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah
datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari
tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang sudah di
robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu
diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah
menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak
sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang
yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan
di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”
Setelah Allah membuka
kejelekan-kejelekan orang-orang Yahudi tersebut, Allah berfirman ”
Barang siapa Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak
akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah.” (Qs.
al-Maidah [5]: 41). Maksudnya fitnah adalah berbagai macam kerusakan
atau berbagai macam kekufuran yang telah diungkapkan oleh Allah, jadi
fitnah di sini berarti kekufuran, kesesatan dan kerusakan.
5. Fitnah Bermakna Kekacauan dan Menggelincirkan
Fitnah yang bermakna kekacauan dan mengelincirkan seperti dalam penafsiran Qs. At-Taubah [9]: 47 sebagai berikut:
•
“Jika
mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu
selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke
muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara
kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan
perkataan mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.”
Al-Razi menjelaskan bahwa orang
munafik seandainya ikut berperang, mereka sama sekali tidak membawa
manfaat, sebaliknya malah menimbulkan macam-macam kerusakan, antara
lain: pertama, khabal yakni membuat pikiran kacau, keburukan, kerusakan,
kebodohan, tipu daya, kesesatan, penghianatan. Dan kedua, fitnah yakni
perceraian, kkacauan, kebingunan dan gangguan.
Fitnah
juga disebutkan pada ayat selanjutnya at-Taubah [9]: 48 bermaksud
membuka kedok kaum munafikdan membongkar rahasia hati mereka, dengan
memperingatkan Nabi Saw, dan kaum muslimin tentang niat dan upaya busuk
mereka orang-orang munafik sebelum peristiwa tabuk.
“Sesungguhnya
dari dahulupun mereka Telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur
pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah
kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka
tidak menyukainya.”
Pada ayat lain fitnah bermakna
“menggelincirkan” berkaitan dengan orang musyrik yang buta hati mereka,
begitu jelas tanda-tanda kekuasan Allah yang menjadi nikmat bagi
kehidupan mereka, tapi mereka tidak mau membuka hatinya. Untuk itu Allah
memperingatkan agar berhati-hati menghadapi kebutaan hati mereka.
Disebutkan dalam Qs. Al-isra’ [17]: 73
“Dan
Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Telah kami
wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap
Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat
yang setia.”
Dalam hal ini al-Razi mengambil
riwayat dari Ibnu Abas bahwa ayat ini turun menyangkut salah satu suku
terkemuka masyarakat Mekkah, yakni Tsaqif. Mereka menyatakan kesediaan
mereka memelukagama Islam jika Nabi Muhammad Saw menjadikan daerah
mereka sebagai tanah haram sebagaimana halnya Mekkah, dan beberapa
permintaan lain yang hendaknya Nabi Saw, sampaikan bahwa itu adalah
perintah Allah. Selanjutnya al-Razi memahami (ليفتنونك) berbentuk fi’il
mudari’, terambil dari kata (الفتن) dan (الفتون) dalam arti
menergrlincirkan dan memalingkan menyangkut al-Qur’an. Mereka
menginginkan Nabi mengatakan sesuata sesuai kehendak nafsu mereka. Tapi
nabi Saw tidk terjerumus tipu daya mereka, karena Allah melindungi dan
memelihara beliau.
6. Fitnah Bermakna Gila atau Kesesatan
Gila
dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sakit ingatan, kurang beres
ingatannya, sakit jiwa, syarafnya terganggu dan pikirannya tidak normal.
Dalam al-Qur’an kata gila secara langsung menggunakan term (مجنون).
Adapun secara tidak langsung menggunakan term (مفتون) yang berbentuk
isim maf’ul yang menunjukkan arti isim masydar. Kata ini hanya dapat
ditemukan dalam satu ayat al-Qur’an yaitu Qs. al-Qalam [68]: 6
“Siapa di antara kamu yang gila.”
Ayat
ini sebelumnya berhubungan dengan kaum musyrikin menuduh Nabi Muhammad
Saw, gila karena menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung
kecaman terhadap kepercayaan yang jauh dari kebenaran.
Sebelum
menafsirkan al-Razi mengatakan bahwa huruf ba yang tercantum dalam ayat
di atas adalah huruf ba silah zaidah (ba sebatas penghubung dan
tambahan saja) yang tidak mempunyai implikasi makna. Pendapatnya itu
diserupakan dengan firman Allah: تنبت بالدهن (yang menghasilkan minyak)
Qs. al-Mukminun [23]: 20 dan selanjutnya didukung oleh syair klasik,
tulisannya juga mengatakan bahwa (ب) ba bisa diartikan (فى أي) sehigga
yang dimaksud di sini adalah siapakah diantara dua golongan itu yang
gila, golonganmu (Muhammad) ataukah golongan mereka (orang-orang kafir).
Ada lagi makna lain menurut al-Razi adalah (بأيهم شيطان) nanti mereka
akan melihat golongan manakah yang terkena setan sehingga menjadi gila
dan kacau pikirannya. Di sinilah al-Razi mengatakan fitnah bermakna
kesetanan.
D. Macam-macam Fitnah
1. Fitnah Yahudi dan Nasrani
Fitnah
yang dihembuskan musuh-musuh Allah, Yahudi dan Nasrani, senantiasa ada
di sepanjang zaman. Hal ini telah di sinyalir dalam al-Qur’an, Allah
berfirman dalam Qs. al-Baqarah [2]:120
•
•
“Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang
benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.”
Fitnah ini akan terus menerus
menguji kaum muslimin kapan saja dan dimanapun mereka berada. Tujuan
mereka adalah menceburkan kaum muslimin dalam kubangan kehinaan
menjauhkan dari al-Qur’an dan as-Sunnah, serta menanamkan dalam benak
kaum muslimin pemikiran-pemikiran dan gaya hidup yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam.
Tidaklah
mengherankan kalau sebagian kaum muslimin yang tidak berpijak di atas
dasar (aqidah) yang kuat akan terombang-ambing oleh derasnya fitnah ini.
Suatu contoh, kaum muslimin saat ini telah mengikuti langkah-langkah
Yahudi yang dikemas dalam bentuk modernisasi. Salah satunya adalah
fashion (gaya pakaian) yang tidak senonoh. Seakan-akan kita dipaksa
mengikuti trend yang ada dengan dalih modernisasi. Sekali saja kita coba
melawan arus, dengan berupaya tetap tegar di atas agama Allah dengan
mengenakan pakaian islami (pakaian yang menutup aurat), spontan kita
akan dijuluki norak, kampungan, ketinggalan zaman dan sebagainya. Sudah
banyak orang Islam yang tidak memiliki pendirian menjadi korban, mereka
tersesat arus modernisasi buatan orang kafir.
Rasulullah
Saw. bersabda yang artinya: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan
orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sampai sekiranya
mereka masuk pada lubang biawak pun pastilah kalian akan mengikuti
mereka. Kami (para sahabat) bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah mereka
itu dari golongan Yahudi dan NAsrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan
mereka siapa lagi..”
Hadits ini memberi gambaran,
begitu rentannya kondisi kaum muslimin di akhir zaman. Umat Islam telah
banyak yang mengikuti langkah Yahudi dan Nasrani. Yang lebih tragis
lagi, mereka menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai kiblat
dalam segala aspek kehidupan. Sebagai umat Islam kita berlindung kepada
Allah dari makar serta tipu daya musuh-musuh Allah.
2. Fitnah Kebodohan dan Kemaksiatan
Kebodohan
dan kemaksiatan akan menjadi ujian dan cobaan bagi umat Islam yang
harus diwaspadai. Lebih-lebih pada zaman yang telah tua ini, dimana
kemaksiatan telah merajalela.
Rasulullah Saw. bersabda:
ان بين يدي الساعة لأيما ينزل فيها الجهل ويرفع فيها العلم ويكثر فيها الهرج
“Sesungguhnya
mendekati datangnya hari kiamat benar-benar ada hari yang di dalamnya
tumbuh kebodohan, diangkatnya ilmu, dan banyaknya pembunuhan.”
Faedah
yang dapat kita ambil dari hadits di atas antara lain: Pertama, tatkala
ilmu telah diangkat dan diwafatkannya para ulama. Dengan berkurangnya
ulama itulah akan bermunculan orang-orang bodoh yang mengaku ulama.
Kedua, sebagian ulama member makna “al-Harj” pada hadits di atas dengan
banyaknya pembunuhan, ikhtilath, fitnah di akhir zaman, banyaknya
kedustaan dan tiadanya perhatian serius terhadap suatu hal.
3. Fitnah Diabaikannya Amanah (Anak)
Anak
merupakan sebuah amanah yang diberikan Allah kepada manusia untuk
dipelihara dan dijaga sebaik mungkin. Dimana suatu saat nanti akan
dikembalikan kepada yang telah memberikan amanah tersebut yakni Allah
Swt. Sebagai orang tua yang diberi amanah, maka wajib memenuhi kebutuhan
anak selama anak tersebut masih menjadi tanggungannya, memberikan yang
terbaik kepada anak-anaknya pendidikan, pangan, kebutuhan sehari-hari
dan sebagainya. Orang tua juga harus mempersiapkan anak-anaknya menjadi
anak yang baik, sholih-shilihah, dan berbakti kepada orang tua bangsa
dan Negara.
Namun tak sedikit
orang tua yang tidak sukses dalam menjaga amanahnya, disamping tak
sedikit pula orang tua yang sukses mendidik anaknya menjadi anak yang
baik. Sehingga muncullah generasi-generasi yang menyimpang dari syari’at
agama maupun aturan Negara. Ini merupakan fitnah diabaikannya amanah
yang harus diwaspadai pada saat ini.
Rasulullah
Saw. bersabda, yang artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw.
bersabda: “Jika amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari kiamat”.
Abu Hurairah bertanya, “Bagaimana (bentuk) menyia-nyiakan amanah?”
Beliau menjawab,”Jika suatu perkara diserahkan kepada bukan pada ahlinya
maka tunggulah kehancurannya”. (HR, Bukhori)
Cukuplah bagi kita hadits di
atas untuk mengetahui bagaimana fitnah dalam bentuk amanah ini telah
disia-siakan beguti saja. Kita memohon kepada Allah agar dijadikan
hamba-hamba yang dapat memikul serta mengemban amanah dengan baik.
4. Fitnah Harta
Fitnah
harta termasuk bentuk fitnah yang sangat dasyat yang dikhawatirkan
Rasulullah Saw. Pada saat dimana dakwah sudah memasuki wilayah Negara,
maka fitnah harus semakin diwaspadai. Karena pintu-pintu perbendaharaan
harta sudah sedemikian rupa terbuka lebar. Kegemaran main dan
beraktifitas di hotel, berganti-ganti mobil dan membeli mobil mewah,
berlomba-lomba membeli atau mambuat rumah yang mewah dan
berlebih-lebihan dengan perabot rumah tangga, lebih asyik bertemu dengan
teman yang memiliki level sama dan para pejabat lainnya adalah beberapa
fenomena fitnah harta.
Yang
lebih parah lagi fitnah harta tidak hanya banyak diderita oleh para
pejabat saja, tetapi banyak juga para aktivis dakwah yang terserang oleh
penyakit fitnah harta ini. Banyak diantara mereka yang menjadikan
dakwah sebagai dagangan pokok. Segala sesuatu mengatasnamakan dakwah.
Berbuat untuk dan atas nama dakwah, menerima hadiah atas nama dakwah,
menerima dana dan sumbangan atas nama dakwah. Mendekat kepada penguasa
dan menjilat pada mereka atas nama dakwah dan sebagainya.
Dalam
konteks ini Rasulullah Saw. dan para sahabatnya pernah ditegur keras
oleh Allah Swt. karena memilih mendapatkan ghonimah dan tawanan perang,
padahal itu semua dengan pertimbangan dakwah dan bukan atas nama
dakwah. Kejadian ini termaktub dalam al-Qur’an Qs. al-Anfal [8]: 67-68,
67.
Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
68.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang Telah terdahulu dari Allah,
niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar Karena tebusan yang kamu ambil.
5. Fitnah Wanita
Dasyatnya
fitnah wanita telah disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Bahkan
surat Ali Imran [3]: 14 menempatkan wanita sebagai urutan pertama yang
banyak dicintai oleh manusia dan pada saat yang sama menjadi fitnah yang
paling berbahaya bagi manusia. Rasulullah Saw, bersabda yang artinya:
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi kaum lelaki
melebihi fitnah wanita”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Fitnah
wanita dapat menimpa siapa saja dari seluruh tingkatan level manusia,
baik dari kalangan pemimpin maupun rakyat biasa. Sejarah telah
membuktikan kenyataan tersebut. Banyak para pemimpin dunia yang jatuh
karena faktor fitnah wanita. Bahkan salah satu hadits yang familier
dalam Islam, yaitu hadits tentang niat, sebab keluarnya karena sebab
seorang yang hijrah ke Madinah hanya karena wanita yang ingin dinikahi
juga ikut berhijrah.
Banyak
sekali bentuk fitnah wanita, jika para wanita itu istri maka banyakpara
istri yang memalingkan suaminya dari ibadah, dakwah dan amal shalih.
Jika wanita itu bukan sebagai istrinya, maka fitnah dapat berbentuk
persilingkuhan dan perzinaan. Fitnah inilah yang sangat dasyat yang
menimpa banyak umat Islam.
E. Penutup
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lafadz “fitnah”
mempunyai beragam makna yaitu: bisa berarti ujian dan cobaan, kufur dan
syirik, adzab dan membakar, kerusakan dan kesesatan, kekacauan dan
menggelincirkan, gila dan kesesatan. Sebelum mengalami perkembangan
makna fitnah diartikan sebagai ujian dan cobaan, atau bencana apapun
(termasuk kecaman batin) yang hakekatnya adalah ujian.
Fitnah
yang dialami umat manusia bermacam-macam diantaranya, fitnah Yahudi dan
Nasrani, yang terus menerus menguji kaum muslimin dimana pun dan kapan
pun. Fitnah kebodohan dan kemaksiatan, fitnah diabaikannya amanah,
contohnya adalah seorang anak, dimana ia merupakan sebuah amanah yang
seringkali diabaikan oleh manusia. Fitnah harta, yang bisa saja terjadi
pada manusia dalam segala tingkatan, kemudian fitnah wanita, dimana
fitnah ini merupakan fitnah yang dasyat bagi kaum laki-laki maupun
wanita sendiri. Kesemua jenis-jenis fitnah yang telah dipaparkan di atas
sangat berbahaya dan harus diwaspadai bagi seluruh umat Islam
khususnya.
Perlu diketahui bahwa
fitnah tidak hanya berupa hal-hal yang negatif saja, Fitnah juga bisa
berupa nikmat yang bisa membuat manusia lalai apabila mereka tidak sadar
bahwa semua itu adalah sebuah ujian. Namun dalam makalah ini penulis
lebih banyak mengulas tentang bahayanya fitnah yang berupa hal-hal
negatif.
Akhirnya, demikianlah
pemaparan mengenai tafsir lafadz fitnah yang dapat penulis sampaikan.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun
setidaknya penulis telah berusaha untuk memberikan uraian yang jelas
supaya mudah dipahami dan dimengerti. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnan penyajian makalah ini.
Wallahu A’lam bi ash-Showab.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. Ensiklopedi al-Qur’an Dalam Dunia Islam Modern (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2005)
Al-Hanafi,
Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali al-Husaini al-Jurjani.
Al-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyyah, t.t.), Cet 2.
Abu Faris, Abdul Qadir. Ujian, Cobaan Fitnah dalam Da’wah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992).
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 318.
Shihab, Quraish. (dkk). Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet 1, .
Al-Razi, al-Tafsir al-Kabir al-Gaib…, (CD Room Maktabah Syamilah)
Al-Asfahani, Al-Ragib. Mufradat Alfadz al-Qur’an (Damaskus: Dar al-Qalam, 2002), cet ke-3.
Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim. Shahih Bukhari. CD Room Maktabah Syamilah.
Al-Naisaburi, Muslim ibn al-Hajjaj. Shahih Muslim. CD Room Maktabah Syamilah.
Al-Asqalani, ibn Hajar. Fathul Bari, Syarah Bukhari, babFitan. CD Room Maktabah Syamilah.